Senin, 11 November 2013

TENTANG NIHILISME

Nihilisme adalah sebuah doktrin filosofi dimana gagasan aspek nilai kehidupan luhur adalah hal yang (hampir) non-eksistensial. Nihilisme menolak ide putatif akan sebuah arti agung dari tujuan mulia hidup manusia. Nihilis menilai bahwa moralitas tidak secara inheren ada, bahwa nilai dan norma adalah sebuah hal artifisial. Dari hal tersebut dapat pula diartikan bahwa nihilisme cenderung tidak mengakui batasan moralitas dan dalam hal ini: agama. Jadi mungkin dapat disimpulkan bahwa Nihilisme adalah tentang eksistensi manusia yang tidak berarti. Bisa dibilang, not giving a shit.

Istilah nihilisme mulai dikenal khalayak umum pada era 70an hingga 90an, dimana tengah ada suatu gap atau kekosongan yang besar dalam kultur pada masyarakat. Dimulai dari era 70an. Setelah lewat gairah berontak rock ‘n roll ala generasi Chuck Berry dan The Beatles, dan bahkan rock ‘n roll pada masa itu dapat dikatakan sebagai musik populer, perlahan mulai surut. Masa pasca rock ‘n roll seakan telah kehilangan tujuan yang oleh generasi sebelumnya diserukan bak perang salib, sudah tidak ramai lagi. Sudah tiada hal lagi untuk berontak. Itulah titik permasalahannya.

Pada akhir 70an muncul musik ribut nir-arti yang kelak dikenal luas sebagai ikon anti-kemapanan: Punk. Berawal dari kesuksesan The Ramones, seniman pionir dari genre punk yang, saya pikir, berhasil membawa punk kepada gelombang mainstream, walaupun masih sangat terbatas. Seakan tidak mau kalah, Inggris turut ambil andil dalam kebangkitan punk lewat Sex Pistols dan The Clash, Misfits, Joy Division, Velvet Underground, Iggy Pop.

Situasi tersebut berlangsung terus hingga pada awal 80an dimana scene punk mencapai masa keemasannya. Awalnya konsep semangat punk masih berkutat tidak jauh dari akar ideologi rock ‘n roll. Namun dalam perkembangannya, gairah punk menjadi semakin keras yang terkadang dianggap ekstrim. Di Inggris misalnya, Sex Pistols mengekspresikan sentimen anti-perang (kala itu tengah panas konflik falkland antara UK dan Argentina) lewat lagu ‘God Save The Queen’. Dalam lagu tersebut, terdapat penggalan lirik seperti berikut:

God save the queen
The fascist regime
They made you a moron
Potential H-bomb

God save the queen
She ain’t no human being
There is no future
In England’s dreaming


Dan bajingan itu berasal dari Inggris, of all places. The Clash juga angkat bicara perihal menentang perang dengan lagu seperti ‘London Calling‘ dan ‘The Call Up‘. Sebenarnya sudah terlihat unsur nihilisme sebelum tema anti-perang diusung sebagai agenda utama dalam scene punk. Malah justru sebelum muncul tema anti perang, nihilisme lah tema sentral musik punk. Anarchy In The UKWhite Riot. Nah buat saya, paling cocok menggambarkan situasi tersebut adalah penggalan lirik dari lagu White Riot:
White riot - I want to riot
White riot - a riot of my own
Sex Pistols punya Anarchy In The UKPretty Vacant, saya pikir kalian mengerti.

Gerombolan berandalan itu berusaha terlalu keras untuk berlagak tidak peduli. Maksud saya, what’s with them social protest songs? Career Opportunities? anti-war? fascist regime? sounds like a certain long-haired-ex-rockstar-turned-contemporary-prophet, Entahlah.

Pada akhir 80an dunia literatur juga turut terpengaruh oleh masuknya gagasan-gagasan nihilisme dan hal yang berkaitan seperti eksistensialisme dan kesendirian. Karangan macam Kafka dan Tolstoy mulai banyak digemari. Bahkan salah satu buku yang kelak kemudian hari menjadi karya legendaris, Norwegian Wood, a nostalgic story of loss, solitude, and sexuality, karya Haruki Murakami, menjadi sebuah fenomena ketika penjualan buku tersebut menembus rekor baik nasional maupun internasional, hingga sang penulis merasa ketenarannya sangat, sangat, mengganggu hinggai ia memutuskan untuk hidup di pengasingan (crete, yunani kalau tidak salah) hanya untuk menghindarinya. Untung saja tidak seperti seorang rocker depresif pecandu berat narkoba legendaris.

Nah, akhirnya sampailah pada Legenda (sayangnya bukan) generasi saya. Yah memang tidak bisa mengaku ‘Generasi X’ atau yang biasa dielukan the so-called generasi 90an, tapi saya dapat pastikan, pengaruh kuat nihilisme era masyhur kalian itu kurang lebih untuk saya, rasanya sama.

Nirvana. Hmm... Flanel, garage rock, heroin, nihilistic lifestyle, glorified self-worthlessness, nothing, whatever, nevermind, Dark, Depressive. Not giving a shit. Entahlah. Membenci diri merupakan motif tematik brutal yang berulang dalam konteks lirikal Nirvana. Dalam album Nevermind, Nirvana mengubah suara, tampilan, dan perasaan dari musik keras, merubahnya dari nuansa bombastis, flamboyan, dan hedonis berlebih (pikirkan Poison, Motley Crue, Whitesnake, dan musik ‘Hair Metal’ populer lainnya menjadi sesuatu yang sangat muram, gelap, dan luar biasa depresif.

Cobain mungkin telah memukul postur politik tertentu dalam cara kecil dan insignifikan, namun pada intinya ia tampak tidak begitu percaya. Nihilisme, ketika benar-benar dianut tanpa kompromi, pasti akan berakhir pahit. Dalam kasus Kurt, hal tersebut mengarah pada kecanduan narkoba, depresi, dan pada akhirnya bunuh diri. Bahkan cintanya pada bayi perempuannya itu tidak dapat menghalangi kejatuhannya hingga pada akhirnya mencapai titik kehampaan.

Nihilisme Kurt, saya pikir, merupakan sebuah kutukan pada keberadaannya, menyebabkan banyak kebiasaan dan pilihan buruk, dan akhirnya tindakan sangat tidak tercela berupa pemusnahan diri. Secara artistik, walau bagaimanapun, itu adalah ketidakpuasan diri tanpa henti terhadap semua pergerakan, kepercayaan, dan laknat ortodoks yang meminjamkan kekuatan dan semacam integritas berantakan.

Yah pada akhirnya, kita semua harus melewati kegelapan untuk mencapai cahaya di ujung lorong. Cobain tidak dapat keluar dari kegelapan itu, namun sementara tenggelam didalamnya, ia merekam kesuraman dan horor dari dalamnya secara cemerlang dan tanpa ampun. Nevermind telah menjadi pelipur lara untuk jiwa yang kesepian dan hampa dalam dua dekade terakhirva, hanya dengan mengingatkan bahwa mereka tidak sendirian. Seberapa overrated yang bahkan Kurt Cobain sendiri berpikir demikian, pencapaian semacam itu selayaknya tidak dianggap rendah, saya pikir.

Nah sekarang bicara tentang anak jaman sekarang. Kan banyak tuh yang (ngakunya) suka Nirvana. Suka sex pistols. Suka punk. Suka lagak not giving a shit. Buat saya sih, lucu aja. Para cecunguk ini identik dengan atribut band-band diatas, terlepas dari suka atau tidak. Mereka biasa bergerombol. Yang jadi perkara adalah apakah perilaku demikian produktif? Saya pikir tidak. Heck, bahkan konsumtif. Defisit. Tapi itu diluar topik, lain waktu saya bahas.

Nah jadi apakah mereka-mereka ini yang disebut fanatik sex pistols? Nirvana? Ngerti musik katanya. Entah ya saya tidak mau generalisasi, tapi berdasarkan pengalaman saya interaksi dengan mereka, hal yang dipedulikan hanyalah sosial media online, berfoto, login path. Aduh. Tak perlulah jauh-jauh bicara anti-kemapanan. Nihilist? Ha. Fag.

Ada juga jenis ‘nihilist’ satu lagi. Jenis ini biasa ditemui di perempatan jalan besar. Dengan gaya yang terkadang lebih underground dari fans underground sejati, mereka biasa kumpul di tempat-tempat umum -tak peduli apakah kehadirannya diterima atau tidak. Biasanya mengaku fanatik punk.

Hmm Punk!!! walah. Ya toh tidak bisa menyatakan salah juga. Tapi persepsi punk di Indonesia beda sekali. Selalu identik dengan skate, aibon, anti-intelektual. Padahal, punk tidak -melulu- begitu. Butuh kapasitas berpikir yang cukup baik untuk dapat menciptakan sebuah karya remonstrasi. John Cale, Malcolm Mclaren, Taufiq Rahman. Intelek.

Ah jadi bicara punk. Ya sudahlah, mungkin sekian pandangan dangkal saya tentang nihilisme, yang kebawahnya agak keluar topik. Okelah.
Oh well, whatever, nevermind.

KESEIMBANGAN

Kita mengenal banyak hal dalam kehidupan kita yang bermula dari keseimbangan atau membentuk sebuah keseimbangan.

Misalnya ada baik biar seimbang ada kata buruk, ada kanan biar seimbang diadakanya kiri, ada panjang dan pendek, besar dan kecil, semua berlawanan Perlawanan ini membentuk keseimbangan atau balancing dalam kehidupan sehari-hari.

Misalnya jika kita pergi berbelanja di supermarket terkadang kita menenteng jinjingan belanja ditangan kiri dan biar seimbang ditangan kanan juga harus ada jinjingan

Seperti apa yang diungkapkan oleh seorang Samuel mulia ( penulis mode dan gaya hidup ) mengartikan keseimbangan sebagai sebuah lingkaran setan (ekstrim memang), tapi terserah pribadi menilainya.

Dia mengungkapkan bahwa karena keseimbangan menjadikan manusia sebagai seorang yang mempunyai kepribadian ganda. Terkadang ia menjadi seorang yang begitu baik seminggu kemudian dia menjadi seorang yang jahat. Mungkin hampir sama seperti yang kita lakukan dalam kehidupan kita baik kita sadari atau tidak kita sadari sama sekali.

Namun kadang keseimbangan mengakibatkan kita tidak bergerak atau diam ditempat! ibaratnya kita tidak kekiri dan kekanan hanya berada ditengah-tengah keduanya, sama seperti timbangan, yang disebut seimbang dalam timbangan adalah jarum pada posisi nol tidak miring kekiri atau kekanan.tidak berat sebelah.

Jika selama ini saya seimbang berarti saya hanya berjalan di tempat, saya tidak kemana-mana, saya tidak baik dan saya tidak jahat, saya tidak dingin dan saya tidak panas, yah karena saya seimbanng .

Terkadang saya juga berpikir untuk tak seimbang biar tidak jalan ditempat.dan bisa meraih masa depan dengan meninggalkan filsafat keseimbangan dengan fisi dan misi masa depan yang jelas. Walaupun orang lain akan berpandangan aneh tentang ketidak seimbangan kita. Kalau sudah menjadi manusia baik jangan jadikan diri kita menjadi seimbang dengan menjadi manusia yang jahat.

Adakalanya ketidak seimbangan itu bisa bernilai positif, sebaliknya kalau saat ini kita menjadi manusia yang tidak seimbang karena malas, menjadi manusia yang bodoh, menjadi manusia yang sempit pandanganganya, menjadi manusia kaku! coba kita rubah menjadi seimbang dengan berusaha menjadi manusia yang lebih rajin, menjadi manusia yang lebih pintar, mencoba untuk menambah wawasan dan berusaha menjadi lebih lunak.

Seimbang dan tidak seimbang sebenarnya mempunyai dua sisi nilai yang positif dan negatif. Tergantung pada pribadi kita masing-masing tinggal mau pilih menjadi seimbang atau tidak seimbang, yang membedakan hanyalah nilai tadi.

Menjadi seimbang untuk menuju kebaikan atau menjadi seimbang untuk hal yang tidak baik. Hidup adalah sebuah pilihan dan itu semua tergantung pilihan kita masing-masing….!!!

LIAR ITU MENAKUTKAN!!!

Fakta adalah sesuatu yang kompleks. Kompleksitas realitas mau dicari pengertiannya. Memperbincangkan fakta dibutuhkan ruang yang dinamakan dialog. Hilir-mudiknya fakta yang tumpang-tindih; apakah itu filsafat, ilmu pengetahuan, atau bahkan agama sendiri, dalam sejarah umat manusia ketiganya (dalam perjalananya) harus dibayar dengan darah.

Meskipun begitu, benturan-benturan pemahaman memang tak bisa dihindarkan. Hanya saja, pertentangan itu (seharusnya) menumbuhkan sikap untuk saling menghargai realitas perbedaan, terlebih tentang pemahaman akan realitas. Nampaknya benar kata Sartre, “manusia dihukum untuk merdeka”.
***
Manusia memang cenderung menerima apa yang sudah ada, yang sudah jadi. Begitu juga manusia menerima agama. Sesuatu yang “liar” dan “tanpa batas” adalah sesuatu yang menakutkan. Karenanya, buat sebagian orang, lebih baik menerima kondisi yang sudah ada, meskipun itu buruk, busuk dan tidak menarik lagi. Pemahaman memang mengandaikan keanekaragaman. Filsafat mau mencari pemahaman. Sehingga “keseragaman” merupakan racun bagi filsafat dan keselarasan adalah liang kubur bagi pemikiran kreatif.

Bukankah filsafat berkembang tidak hanya sekedar “patuh” pada rigoritas interpretasi, yang hanya terus mengulang-ulang pendapat-pendapat di masa silam—untuk tidak mengatakan takut pada “otoritas”—namun juga kemajuan filsafat juga lebih banyak ditentukan kemajemukan interpretasi. Bukankah berfilsafat itu sebuah “keberanian hermeneutis”? (***)

Sabtu, 27 Oktober 2012

Apakah Sumpah Itu Masih Bertuah


28 Oktober merupakan hari bersejarah bagi pemuda Indonesia. Delapan puluh empat tahun lalu, sejumlah pemuda/mahasiswa dari berbagai suku bangsa yang tersebar di berbagai kepulauan Indonesia berkumpul. Mereka berikrar: Bertanah air satu, tanah air Indonesia; Berbangsa satu, bangsa Indonesia; dan berbahasa satu bahasa Indonesia.

Rasa senasib sebagai bangsa yang dijajah bangsa Belanda, dan bercita-cita untuk melepaskan diri menjadi bangsa merdeka, adalah permulaan dari munculnya sumpah itu. Melalui momen Sumpah Pemuda itu pula perjuangan untuk memerdekakan diri terus berlanjut. Dan puncaknya adalah 17 Agustus 1945. Indonesia memproklamirkan diri sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.

Meskipun kala itu para pemuda/mahasiswa tidak menyebut dirinya sebagai Pemuda Angkatan 1928, akan tetapi selanjutnya kelompok pemuda pencetus Sumpah Pemuda itu disebut sebagai tersebut tadi. Sebagaimana juga para pemuda di era 1945, saat merebut kemerdekaan dari bangsa Jepang, para pemuda itu disebut sebagai Pemuda Angkatan 1945.
Paska-kemerdekaan, di tengah carut-marutnya Indonesia di era Orde Lama akibat bermunculannya ideologi politik, dan mengakibatkan kesejahteraan rakyat terabaikan, maka muncul kembali para pemuda menyingsingkan lengan bajunya. Mereka mengajukan tiga tuntutan, yang kemudian dikenal dengan Tritura. Tiga tuntutan rakyat. Rezim Soekarno pun ambruk. Dan para pemuda saat itu dinamakan sebagai Pemuda angkatan 1966.

Selanjutnya saat negeri ini berada dalam cengkeraman rezim Orde Baru, suasana negeri ini pun masih tetap juga dirasakan bukan sebagai negeri yang merdeka dan berdaulat. Hal tersebut diakibatkan oleh penguasa yang otoriter dan korup. Maka di tahun 1978 muncul gerakan pemuda yang menentang kekuasaan rezim Soeharto itu.

Meskipun saat itu mereka gagal menumbangkan sang penguasa, gerakan pemuda saat itu dikatakan sebagai Pemuda Angkatan 1978. Kalau tidak salah tokoh pemuda yang menjadi penggeraknya antara lain Hariman Siregar, dan Heri Akhmadi. Baru kemudian pada awal pertengahan 1998 muncul kembali gerakan pemuda/mahasiswa yang menumbangkan kekuasaan rezim Cendana itu. Sekaligus menuntut reformasi di segala bidang, terutama dalam birokrasi.

Lalu sejak itu hingga saat ini, masih akankah ada gerakan pemuda/mahasiswa yang menuntut perbaikan negeri ini ke arah yang lebih baik lagi, yang lebih berpihak kepada rakyatnya?  Sebagai orang yang menjelang tua, mengapa muncul keraguan terhadap perjuangan pemuda seperti di masa lalu? Apakah sumpah itu masih bertuah atau tidak lagi?

Betapa tidak, karena melihat induk organisasi pemuda saja saat ini sepertinya tinggal papan namanya saja. Para pemuda/mahasiswa seakan jalan sendiri-sendiri, dan seolah berteriak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Ditambah lagi dengan semakin maraknya peredaran barang haram narkoba yang kian melenakan mereka dalam impian kosong belaka. Apalagi penguasa sendiri seolah memberi kebebasan dan kelonggaran beredarnya barang haram itu, di antaranya dengan memberi keringanan hukuman pada para bandarnya.


Rabu, 17 Oktober 2012

INDONESIA MERDEKA ATAU INDIVIDU MERDEKA ?



     Pancasila adalah dasar negara yang mengandung 5 asas , apa saja 5 asas itu yaitu, 1. Ketuhanan yang maha esa 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 3. Persatuan indonesia 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan 5. Keadilan sosial bagiseluruh rakyat indonesia. Dari kelima asas yang ada apakah satu diantaranya sudah tercakup dan diterapkan dalam kehidupan kita, keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia ? tapi yang saya rasakan sekarang ini adalah keadilan bagi mereka yang memiliki persepsi yang sama, yang memiliki tujuan yang sama.

     Dalam kehidupan bernegara di Indonesia sendiri pancasila sudah sangat memudar dan dalam kehidupan sepertinya nilai-nilai dalam pancasila sendiri sudah mulai menghilang perlahan, Indonesia seperti sudah kehilangan jati diri,sang garuda pun sepertinya pun sudah pincang untuk mecakar pita “bhineka tunggal ika” dimana mana sudah banyak terjadi kesalah pahaman, terjadi ketidak adilan, terjadi perbedaan persepsi antara satu dengan lainnya,sekarang sepertinya mereka yang diatas sedang berlomba seperti berjudi bukan lagi berlomba untuk mengabdi.

   Beberapa hal yang membuat berubahnya keadaan hukum,perekonomian,keadilan dan kehormatan dalam bangsa kita sendiri, yaitu adalah semakin berkembangnya pemikiran untuk berlomba mengutamakan kepentingan pribadi dibanding kepentingan bersama yang mungkin bagi mereka belum tentu pula jerih mereka dihargai. Maka sekarang selogan untuk masing-masing kita adalah “UANG ADALAH TUHAN, UANG MEMANG BUKAN SEGALANYA, TAPI SEGALANYA BUTUH UANG!” memang kita tidak bisa lari dari semua kenyataan itu, tapi seharusnya nilai pancasila tidak hilang begitu saja hanya karna kepentingan individu.

     Maka pancasila bukanlah lagi sebagai dasar yang melatar belakangi hukum di Indonesia, tapi sekarang pancasila dijadikan sebagai latar belakang untuk memenuhi kebutuhan dan kekuasaan semata, bukan untuk kemerdekaan bangsa namun sekarang menjadi sebuah tujuan untuk kemerdekaan individu, bukan lagi pancasila yang menjadi penyatu dan menjadi penyelaras keharmonisan antar perbedaan dalam segala hal.

    Banyak halnya kenyataan yang menjauhkan Indonesia dari jati dirinya, seperti banyaknya oknum penegak hukum yang mengatas namakan hukum untuk sebuah tujuan dan menjadikannya sebuah materi untuk kemerdekaannya sendiri, maka sekarang ini bukan lagi “INDONESIA MERDEKA” tapi “INDIVIDU MERDEKA”



Kamis, 13 September 2012

HIPOTESIS

Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada? Apakah kejahatan itu ada? Apakah Tuhan menciptakan kejahatan? Seorang Profesor dari sebuah universitas terkenal menantang mahasiswa-mahasiswa nya dengan pertanyaan ini. “Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?”.

Seorang mahasiswa dengan berani menjawab, “Betul, Dia yang menciptakan semuanya”. “Tuhan menciptakan semuanya?” Tanya professor sekali lagi. “Ya, Pak, semuanya” kata
mahasiswa tersebut Profesor itu menjawab, “Jika Tuhan menciptakan segalanya,
berarti Tuhan menciptakan Kejahatan. Karena kejahatan itu ada, dan menurut prinsip kita
bahwa pekerjaan kita menjelaskan siapa kita, jadi kita bisa berasumsi bahwa Tuhan itu
adalah kejahatan.”

Mahasiswa itu terdiam dan tidak bisa menjawab hipotesis professor tersebut. Profesor itu merasa menang dan menyombongkan diri bahwa sekali lagi dia telah membuktikan kalau agama itu adalah sebuah mitos.

Mahasiswa lain mengangkat tangan dan berkata, “Profesor, boleh saya bertanya sesuatu?” “Tentu saja,” jawab si Profesor Mahasiswa itu berdiri dan bertanya, “Profesor, apakah
dingin itu ada?” “Pertanyaan macam apa itu? Tentu saja dingin itu ada. Apakah kamu tidak pernah sakit flu?” Tanya si professor diiringi tawa mahasiswa lainnya. Mahasiswa itu menjawab, “Kenyataannya, Pak, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika yang kita anggap dingin itu adalah ketiadaan panas. Suhu -460F adalah ketiadaan panas sama sekali. Dan semua partikel menjadi diam dan tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata dingin untuk mendeskripsikan ketiadaan panas.”

Mahasiswa itu melanjutkan,“Profesor, apakah gelap itu ada?” Profesor itu menjawab,  “Tentu
saja gelap itu ada.” Mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi anda salah, Pak.Gelap itu juga tidak ada. Gelap adalah keadaan dimana tidak ada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, gelap tidak.” “Kita bisa menggunakan prisma Newton untuk memecahkan cahaya menjadi beberapa warna
dan mempelajari berbagai panjang gelombang setiap warna.” “Tapi Anda tidak bisa mengukur
gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur dengan berapa intensitas cahaya di ruangan
tersebut. Kata gelap dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan cahaya.”

Akhirnya mahasiswa itu bertanya, “Profesor, apakah kejahatan itu ada?” Dengan bimbang professor itu menjawab,”Tentu saja, seperti yang telah kukatakan sebelumnya. Kita melihat setiap hari di Koran dan TV. Banyak perkara kriminal dan kekerasan di antara manusia. Perkara - perkara tersebut adalah manifestasi dari kejahatan.” Terhadap pernyataan ini mahasiswa itu menjawab, “Sekali lagi Anda salah, Pak. Kejahatan itu tidak ada. Kejahatan adalah ketiadaan Tuhan. Seperti dingin atau gelap, kajahatan adalah kata yang dipakai manusia untuk mendeskripsikan ketiadaan Tuhan.” “Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Kejahatan adalah hasil dari tidak hadirnya Tuhan di hati manusia. Seperti dingin yang timbul dari ketiadaan panas dan gelap yang timbul dari ketiadaan cahaya.” Profesor itu terdiam. Dan mahasiswa itu adalah, Albert Einstein


“Kami Sedang Menyembah Tuhan, Mengapa Kami Dibunuh?”



Entah kemuliaan akhlak seperti apakah yang diinginkan anak manusia dengan kekerasan? dan entah surga bagaimanakah yang diangankan mereka, dengan membunuhi satu sama lainnya? Ribuan nyawa melayang, menjadi korban, demi untuk mendapatkan tiket ke surga bagi setiap diri masing-masing ?

Kesedihan, ketakberdayaan, ketakutan,  melukai nurani manusia di hati yang terdalam. Kekerasan atas manusia  tetap saja menyisakan ‘perih’ dan ‘nelangsa’. Melukai arti kemanusiaan itu sendiri.


Kisah dari sampang dan Sukabumi. Begitu juga penggalan kisah FPI dan juga Ahmadiyah. (Dan juga) Serta begitu banyaknya penyerta kisah-kisah lainnya,  yang senada dengan itu, mewarnai ‘suasana alam’ di   nusantara ini.  Membuat udara kota-kota di sini  semakin sesak dan  pekat saja.


Masih lengkang dalam ingatan, bagaimana  (ketika) perang dan kekerasan telah  ‘diminati” ~ jauh sebelumnya,  al  kisah yang terjadi di Suriah, Turki, dan juga sebagian Negara-negara Islam  yang tak tersebut bagaimana rinciannya. Sejarah juga telah banyak mencatat ‘kekekerasan’ dalam label perang’. Agresivitas dalam label kepahlawanan.


Sejak dari bapaknya manusia  Habil dan Kabil. Kekerasan ini, menjelajah ke seluruh semenanjung arab, asia, eropa, afrika,  dan merambah ke banyak sekali  negri-negri lainnya. Kekerasan yang  mengilhami setiap suku, ras  dan golongan. Menjadi identik dnegan mansuia itu sendiri.


Banyak sekali  perang-perang atas nama harta, tahta, wanita dan agama. Disisi lainya telah banyak melahirkan kisah kepahlawanan. Namun tidak sedikit yang menyisakan kesengsaraan. Dari perang Bratayuda sampai perang Fitnah Kubro (Perang Shifin). Dari Padang Kuruseta sampai Padang Karbala. Dari perang  Salib hingga sampai perang Dunia I dan Dunia II. Semua menamatkan jalan ceritanya, dengan satu ending ~ matinya ribuan korban manusia ! Dan tangisan keluarga yang ditinggalkan ! Tidakkah manusia tahu,  diantara serpihan peperangan  itu,  banyak sekali kisah sedih dan duka anak manusia, perihal perang ini ?.


Agresivitas manusia, menemukan muaranya dalam peperangan. Perang dan perang dari jaman dahulu hingga sampaipun jaman kini sama saja bentuk dan rupanya.  Inilah kisah tragedy dan keperkasaan manusia. Kisah kebanggaan satu kelompok diatas penderitaan kelompok lainnya.


Bergumulan diantara menang dan kalah. Selalu begitu muaranya. Kekalahan melahirkan kesedihan. Digilirkannya kemenangan akan melahirkan Pahlawan-pahlawan di setiap kelompoknya masing-masing. Menyisakan tanda tanya lagi di hati. Kisah kepahlawan dibangun dari sepihan daging dan darah ribuan anak manusia. Bahkan kadang mereka sendiri tak mengerti ‘perang’ ini untuk apa dan  siapa ?


Mayat lawannya di nista, mayat sekutunya di puja, Jasa pahlawan yang di ingat sepanjang masa. bahkan (bukankah  itu)  adalah mayat-mayat manusia.Tidakkah (karenanya) sama keadaannya ? Begitulah kejadiannya, potret peradaban manusia. Maka tak sedikit kemudian manusia bertanya mengapa Tuhan membiarkan semua ini terjadi. Di pihak manakah sesungguhnya Tuhan berada ?. Semua kelompok mengakui bahwa Tuhan ada di pihaknya. Maka karenanya mereka dengan teganya menghabisi nyawa manusia lainnya.


Untuk siapakah kemenangan yang diraih ? Apakah setiap kemenangan dalam peperanagan ini akan di hadiahi surga ? Bagaimana jika kekerasan di lakukan tidak dalam masa perang ? Sebagian manusia tak mengerti ada apakah dengan anak manusia. Begitu mudahnya mereka menghabisi sesamanya. Yang kalah meratapi,  namun itu tak membuat jera, diaturlah strategy, suatu saat akan dicoba lagi hingga sampai kemenangan nanti. Sebagai pembalasan dendam bagi yang mati. Artinya semakin banyak membunuhi lawan-lawannya, maka semakin besar kepuasan dan kemungkinan menang. Begitulah keadaannya.


Mengapa harus begitu ? Sungguh pertanyaan yang tak pernah ada habisnya, sepanjang  peradaban anak manusia itu sendiri. Jangankan manusia malaikat sendiri juga bertanya dalam kegundahan yang sama, bertanya  kepada Tuhannya;


Malaikat sudah jauh hari, mensinyalir sifat ‘kebuasan’ manusia yang haus darah. Manusia akan menumpahkan darah sesamanya. Inilah karakter ‘purba’ yang akan terus dibawa manusia sampai akhir jaman nanti. Manusia dalam setiap peradabannya akan senantiasa mencari ‘lawan’ untuk memuaskan‘ego’ dirinya. Sifat ‘kepahlawanan’ di bangun atas ‘kemenangan’ dalam peperangan. Menghancurkan atau mengalahkan lawan inilah ‘kemenangan’. Pahlawan dimaknai, jika mereka kembali dengan kemenagan yang gemilang di medan perang.


Setiap Pahlawan akan mendapatkan tempat tertinggi dalam kesadaran manusia. Setiap Pahlawan akan ‘dikenang’ dan di hadiahi ‘surga’. Maka setiap manusia dalam lubuk hatinya ingin menjadi Pahlawan. Dan karenanya,  setiap manusia mudah sekali di ‘kompori’ sifat ‘kepahlawanan’ dalam dirinya. Oleh karena itu, saat kepadanya diberikan tantangan untuk menjadi seorang ‘Pahlawan’, mereka dengan sukahati, meski harus rela menjadi  ‘mortir’. Menjadi seorang ‘Pahlawan kesiangan’ dalam anggapan kita.


Dengan cuci otak ‘model’ seperti inilah kaum radikalis, meminang para ‘penganten’nya. Dengan iming-iming predikat ‘pahlawan’ dan hadiah ‘surga’ bagi pelakunya dan  keadaan seperti ini bukanlah monopoli agama saja. Dalam perebutan wilayah dan kekuasaan, politik, serta lain-lainnya, juga menggunakan methode-methode seperti ini. Karena sebab (ke-ingin-an) menjadi ‘pahlawan’ adalah ‘fitrah’ manusia itu sendiri.


Maka di jaman sekarang ini, dimana perang perebutan wilayah sudah tidak jamannya lagi. Perang antara kerajaan dengan kerjaan sudah tidak disukai. Manusia mencari lahan baru dengan melebarkan ‘wilayah’. Perang antar umat beragama, perang antar keyakinan menjadi ‘mode’ terkini. Terjadi gesekan sedikit, perbedaan saja sudah menyult amarah dianatra mereka.


Maka teriakan, yang datang,“Kami Sedang Menyembah Tuhan, Mengapa Kami Dibunuhi ?.” Semakin saja menyayat hati, (yaitu) atas hati-hati tersembunyi  yang masih peduli akan nasib manusia di muka bumi ini.


Mereka yang  dianggap ‘GILA’


Sungguh, meskipun tidak ada kebaikan yang kita dapatkan dari perang. Nyatanya kekerasan dan peperangan telah mengajarkan banyak hal kepada manusia. Diantara sabetan pedang, dan desingan peluru, ada hati-hati yang penuh empati. Hati yang tidak pernah berpihak kepada siapa yang sedang bertikai. Mereka bahu membahu menolong yang terluka. Mereka menyelamatkan anak-anak, wanita dan orang tua. Membawa, menjauh dari medan pertempuran. Mereka nyaris tak memperdulikan nasibnya sendiri.


Mereka datang dari mana saja, dari suku apa saja, dari agama apa saja. Mereka datang mendatangi daerah-daerah konflik. Hati mereka begitu halus. Mereka tak peduli atas konflik apapun yang melatari peperangan itu. Mereka hanya datang demi kemanusiaan itu sendiri. Tekad mereka adalah menyelamatkan nyawa manusia. Tak peduli agama mereka apa, tak peduli bangsanya apa. Mereka sering bahkan di sebut ‘gila’ dengan perjuangan mereka itu. Namun sungguh mereka itu bukan orang ‘gila’. Merekalah orang-orang yang memiliki hati. Dengan tindakan nyata mereka menyelamatkan nyawa manusia.


Inilah salah satu karakter jiwa yang telah di tuliskan ‘tinta emas’  (baca; kebaikan) sehingga patut di symbolkan. Mereka sering luput dari bahasan kita. Mereka orang-orang yang tidak pernah mencari sensasi dan publikasi. Namun mereka selalu ada. Menyeruak diantara manusia-manusia biasa.


Kita sering mendengar, ada relawan luar negri yang berusaha menyelamatkan satwa-satwa yang hampir musnah. Merekla menyelamatkan binatang-binatang. Mereka tidak perduli jika di katakan ‘gila’, jauh-jauh datang dengan bekal bahasa minim, birokrasi yang sulit. Namun tekad mereka membaja, untuk menyelamatkan para binatang.


Begitu juga banyak sekali jiwa yang terpanggil, mengabdikan diri demi alam. Kerusakan pada alam terjadi disana-sini, membuat kkeprihatinan diri mereka untuk tampil memyelamatkan bumi. Kisah-kisah seperti ini juga sering kali luput dari pemberitaan. Mereka tidak memandang Negara manapun. Jika ada kerusakan alam, meraka selalu tampil di depan menyematkan bumi ini dari kerusakan, yang diakibatkan manusianya itu sendiri.


Perilaku ‘buas’ manusia atas manusia lainnya. Perilaku ‘penindasan’ kelompok manusia satu kepada kelompok manusia lainnya. Telah menyadarkan manusia-manusia ini. Untuk tampil menyelamatkan jiwa para korban konflik dimana saja.


Perilaku kesewenangan kekuasaan, kekuatan politik yang ‘menindas’, rakyatnya sendiri. Akan mengakibatkan ‘peradaban’ yang ‘chaos’. Jiwa-jiwa manusia di dalamnya akan mengalami ‘ketakutan’. Mereka akan melahirkan kesadaran kepada penerusnya, sebuah kesadaran kolektif, (yaitu) mentalitas yang ‘sakit’.


Dalam kegelapan tersebut ada saja, manusia yang berani mengingatkan penguasa. Keberanian mereka yang melawan penguasa. Keberanian mereka yang menetang arus. Keberanian mereka dalam menghadapi ‘main stream’arus kesadaran kolektif. Menyebabakan mereka di sangka ‘GILA’. Oleh kaumnya dan juga oleh kebanyakan teman-temannya dan juga dalam hal suasana lainnya. Perang yang tidak pernah disadari oleh manusia itu sendiri. Adalah perang pemikiran, perang kesadaran, yang menghancurkan ‘akal’ sehat manusia, ~yang telah mengakibatkan ‘kejumudan’ pemikiran. (Yaitu) Keadaan kesadaran mereka telah menyembah selain Tuhan. Dan mereka menganggap diri mereka menyembah Tuhan.


Inilah hakekat perang kesadaran. Para nabi datang mengingatkan penguasa, para pembesar istana, dan mengingatkan para kaum cendikia, para kaum yang mengusai massa.  Inilah perang yang pada gilirannya nanti dan saatnya pasti akan mengalami ‘titik’ balik. (Ketika) kesadaran kolektif berhadapan dengan kesadaran ‘suci’ ini.  (Meski pada awalnya, mereka para penentang penguasa dianggap gila).


Mansuia diajari dengan pengalaman-pengalaman ini, yang bergantian di setiap peradaban, menyebabkan manusia kemudian semakin cerdas, mampu membedakan yang baik dan buruk. Jiwa terus di sempurnakan dalam pengajaran ini. Sejarah telah banyak mencatat, mulai dari sekedar cerita ‘fantasi’ , dan juga kisah riil lainnya. Mulai dari cerita ‘epik’ cerita kepahlawan, atau lainnya semisal Mahabarata dan juga Ramayana. Juga pada kisah-kisah Bhagavat Gita. Bagaimana para kesatria berusaha mengabadikan diri demi mengangkat harkat kemanusiaan itu sendiri.


Seperti kisah yang terjadi pada Sidharta , bagaimana terjadi pergumulan serius pada jiwanya, melihat keadaan masyarakatnya. Dirnya tidak tega melihat jiwa manusia dalam penderitaan dan kegelapan pada masanya. Kemudian dia mencari pencerahan (dalam) upayanya menyelamatkan jiwa-jiwa manusia dari penderitaan dunia. 


Banyak sekali manusia-manusia yang sempat tercatat sejarah yang mengabdikan dirinya demi harkat kemanusiaan itu sendiri, tanpa pamrih. Dan lebih banyak lagi lainnya yang tidak tercatat. Begitu saja dilupakan. Mereka berlepas diri dari pertikaian antar kelompok.Mereka datang hanya ingin menyelamatkan (jiwa) manusia.


Kesadaran yang di sempurnakan


Kesadaran manusia untuk menyelamatkan manusia lainnya. Jiwa yang penuh empati, iwa yang penuh kasih sayang, welas asih. Memiliki keprihatinan yang dalam. Jiwa yang senantiasa hanya berdoa kepada Tuhannya. Jiwa yang langsung berada di depan untuk menyelamatkan manusia lainnya. Demi kemanusiaan itu sendiri. Jiwa seperti nilah ~Jiwa yang ‘cerdas’.


Kepada jiwa-jiwa seperti ini, Tuhan mengajarkan arti ‘manusia’. Kepada jiwa-jiwa seperti inilah, Tuhan menyebut dengan mesra.    Jiwa-jiwa seperti inilah, yang dalam keyakinannya, dalam keprihatinannya, berusaha menyelamatkan jiwa-jiwa mansuia yang mengalami ‘penderitaan’. Jiwa-jiwa seperti inilah yang dengan segenap jiwa raganya ingin menyelamatkan jiwa manusia agar selamat dunia dan akherat.


Jiwa-jiwa seperti ini, dalam keadaannya sering diangap seperti ‘orang gila’, karena mereka berani menabrak ‘main stream’ yang ada. Mereka tidak takut akan berbenturan kepada siapa saja.


Menjadi guratan garis yang membingungkan. Sketsa yang kadang tak sama. Bagimana manusia di dewasakan dengan kepedihan hidup, dengan kehilangan harta dan nyawa, dengan ketakutan atas peperangan.  Siapakah manusia yang paling bertakwa jika mereka di gulirkan semua itu. Dengan cara bagaimana mereka menuliskan goresannya di jiwa-jiwa mereka. Apakah mereka akan tetap ber syukur ataukah mereka akan kafir dan menghujat Tuhannya.


Kasus Rohingya menyisakan banyak misteri, kasus Sampang, kasus Sukabumi, dan masih banyak sekali di negri ini. Bila kita menjelajah ke seantero negri maka kita akan dapati hal yang sama, di Afganistan, Suriah, Irak, Turki, dan masih banyak lagi lainnya.


Guratan sketsa yang begitu dalam, menyentuh kepada nurani. Akankan jiwa tergerak, menyingsingkan lengan baju, tak peduli ini perang siapa (?). Mereka tak peduli siapakah yang menang dalam peperangan ini. Mereka tidak berpihak kepada siapa-siapa. Mereka hanya berpihak kepada kemanusiaan itu sendiri. Mereka hanya peduli jiwa-jiwa yang tersakiti disana, jiwa yang berada dalam kegelapan. Mereka datang ingin menyelamatkan jiwa-jiwa tersebut.


Mereka  hanya punya satu  tujuan menyelamatkan jiwa-jiwa manusia yang terjebak diantara ketakutan dan nestapa. Mengangkat derajat dan harkat martabat mereka agar di manusiakan oleh manusia lainnya. Agar mereka nanti dapat melahirkan kesadaran baru, sebuah kesadaran bahwa kekerasan dan peperangan hanyalah kisah duka nestapa saja dan Tuhan sendiri yang akan mengajari kepada manusia-manusia yang jiwanya penuh empati.

Jumat, 17 Agustus 2012

KAPASITAS BUMI KITA


KAPASITAS bumi untuk menampung manusia berapa sih ?  Menurut Botlin dan Keller, dalam Earth as a Living Planet, kapasitas bumi kita hanya bisa menampung 2,5 milyar manusia jika cara hidup manusia seperti cara hidup orang Amerika.  Tapi kalau cara hidup manusia seperti orang Afrika, maka daya tampung bumi dapat mencapat 40 milyar manusia.

Sekarang ini manusia yang ada di bumi sekitar 7 milyar orang. Luas daratan di permukaan bumi yang semakin berkurang (akibat erosi, mencairnya es di kutub, meningkatnya daerah yang tidak bisa dihuni dll) menyebabkan jatah luasan per orang cuma sekitar 1,2 hekar.  Satu koma dua hektar ini disebut sebagai “Biocapacity”.  Biokapasitas yang cuma 1,2 ha harus dipakai secara bersama-sama oleh hewan lain dari semut hingga gajah, yang kesemuanya perlu makan, minum, buang limbah dsb.

Sementara itu, jatah 1,2 ha tanah per orang harus digunakan untuk tanaman pangan, tanaman untuk sandang, papan untuk perumahan, perabot rumah seperti furnitur dll.  Di tanah yang 1,2 ha itu pula harus digunakan untuk industri, pembuangan limbah industri.

Mahluk hidup selain manusia (hewan dan tumbuhan) makan dan minum secukupnya, buang limbah pun dapat terus dimanfaatkan oleh mahluk lain, diantara sesama mereka pun ada yang saling makan.

Sementara itu, mahluk hidup yang bernama manusia, sebagian dari mereka makannya sangat banyak melebihi kapasitas perutnya sendiri.  Dan, sebagian lagi sampai kekurangan makan.
Kapasitas bumi untuk menampung manusia semakin berkurang, sementara itu jumlah manusia juga semakin bertambah, jumlah limbah yang berbahaya, beracun dan berbau juga semakin memenuhi bumi, yang tentunya akan mempengaruhi kualitas kehidupan manusia. Jumlah sampah industri, sampah rumahtangga semakin memenuhi bumi.  Di Amerika, setiap lima menit ada 2 juta bekas botol minuman sebagai sampah. Muncullah ide untuk me-reuse dan me-recycle barang2 yang mungkin dilakukan seperti itu.

Kualitas udara semakin berkurang, kualitas air semakin buruk, penyakit menular mewabah, lalu apa usaha kita untuk menjaga bumi ini tetap bersih dan layak huni ?

Demikian juga persediaan energi yang kian menipis, maka semakin lengkaplah penderitaan manusia yang kurang beruntung nasibnya di dunia ini.  Gas susah, minyak tanah langka, bensin, solar kadang2 hilang dari pasaran.

Lalu muncullah Bioteknologi yang dapat mengatasi masalah pencemaran lingkungan, dapat mengatasi masalah produsen pangan, dapat mengatasi berbagai penyakit, dapat mengatasi krisis energi.  Tapi bioteknologi muncul bukan tanpa efek samping.  Tanaman transgenik sudah banyak mendapat protes dimana-mana, karena berbagai sebab.

Inilah renungan untuk kita yang masih perlu hidup di bumi ini, bagaimana pula nasib anak cucu kita.

Kamis, 16 Agustus 2012

Bersatunya Alat Reproduksi Manusia Melahirkan Pancasila



Logika berfikir sebelum bicara mengenai kesempurnaan harus dibenarkan dulu bagaimana kedudukan yang dimaksudkan dengan kalimat kesempurnaan itu sendiri. Bicara kesempurnaan makhluk dengan kesempurnaan Tuhan amatlah berbeda dan tidak mungkin disamakan, karena jelas sekali secara criteria amat berbeda. Kesempurnaan makhluk dalam hal ini manusia yang menentukan criteria kesempurnaan adalah Sang Pencipta atau Tuhan YME, kesempurnaan Tuhan kriterianya berdasar segala sifat dan segala kebesarannya yang tak terbatas, sedang kesempurnaan manusia karena kemampuannya melengkapi persyaratan tertentu yang telah disyaratkan oleh Tuhan YME kepada manusia.

Namun harus digaris bawahi untuk mengarah dan menjadi manusia sempurna merupakan sesuatu yang sulit bagi kebanyakan orang, maka Pancasila hanya berpesan jadilah manusia seutuhnya sebagaimana yang dipesankan dalam ajaran yang dikandungnya, demi terlaksanannya Keadilan, Kesejahteraan, dan Kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Maka lupa dan khilaf itu merupakan sifat yang disandangkan kepada manusia sebagai kodrat Tuhan YME, agar manusia selalu koreksi diri dan mau mengakui kesalahan yang telah diperbuat dan selalu merasa kurang sebagai dasar menjadi manusia seutuhnya.

Di dalam lambang Negara Bangsa Indonesia terkandung nilai untuk menuju menjadi manusia seutuhnya, berikut makna dan maksud dari lambang – lambang yang ada dalam burung garuda.

Bintang = Cipto : merupakan cahaya Tuhan YME yang ditempatkan ke dalam alam fikir manusia yang memiliki tugas mengingat Tuhan-nya, proses mengingat bisa melalui waktu (mengheningkan cipta) hening, sembahyang, sholat, semedi, bertapa, dan lain – lain bentuk ritual yang dilakukan menurut keyakinan manusia.
Itulah sebabnya sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan berbunyi Kuwajiban menjalankan syariat bagi pemeluk agama Islam. Coba sekarang di logika dengan nalar yang sehat adanya syariat adanya agama itu yang menyebabkan siapa, lebih utama mana menjalankan syariat tidak mengakui adanya Tuhan YME dengan mengakui adanya Tuhan Sang Pencipta Alam dengan menjalankan perintah agama secara sepenggal - sepenggal.

Itulah kenapa jadi orang jangan sok pinter biar gak keblinger (akhrinya tidak tahu lagi mana hal yang pener menurut ketentuan Tuhan YME, dan jangan sok suci biar tidak mati rasa / mati roso pangrosone) dan juga jadi orang jangan sok agamis nanti ditanya dimana lungguhe atau kedudukannya agama (maqomnya agama) tidak tahu, kemudian yang dikatakan Islam itu apa kalo sok agamis harus tahu dimana maqomnya Islam, sehingga disebut dengan Agomo Islam. Seperti sebutan papan tanpo tulis dan tulis tanpo papan dimana letaknya dan apa ujudnya, sehingga ada sebutan mengenai kitab teles (kitab basah).

Makanya kalo beragama jangan sok karena bukti orang beragama semakin dalam derajat keagamaanya dia semakin pandai membaur dengan siapa saja dan apa saja namun tidak  goyah dengan prinsip yang dipegang dan diyakininya, sebagaimana Tuhan YME apapun dia ciptakan dan dia kasihi tidak pandang bulu. Kalo masih pandang bulu maka sebaiknya cara beragamamanya dibetulkan terlebih dahulu jangan koar – koar dulu.

Rantai = Roso : pengikat (rantai) untuk tetap terjaganya sifat keadilan ke dalam jiwa seseorang adalah rasa, karena rasa yang membuktikan adanya nilai – nilai universal yang terkandung dalam kehidupan. Dan nilai – nilai universal merupakan bukti keadilan Tuhan YME yang tak terbatas oleh ras, etnik, golongan, agama, Bangsa, dan suku. Tuhan YME tidak meninak bobok-kan salah satu pemeluk agama, karena keadilan Tuhan YME hanya menghendaki bagi siapa saja yang mampu membeli jualan Tuhan YME yang akan mendapatkan balasan secara khusus dan tempat khusus yang telah disiapkan. Bukti orang punya kesamaan rasa adalah semua manusia tidak senang bila diolok – olok, digunjingkan, difitnah, disakiti, ditipu, dll. Dan sama – sama senang kalo dipuji (padahal senang dipuji malah berbahaya), senang diistimewakan, dan lain – lain. Bukti lain meraskana garam juga sama rasanya asin, merasakan dicubit juga sama rasanya sakit.

Maka kenapa sila kedua berbunyi Kemanusiaan Yang adil dan beradab, sudah terbukti rasa adalah sifat yang ada pada manusia yang paling adil. Apapun kedudukan kita rasa asin tetap sama untuk rasa garam, rasa sakit hati saat diintimidasi juga sama apapun kedudukan kita, makanya beradablah jadi manusia kalo sudah faham demikian halnya jangan sok berkuasa, jangan sok pintar, jangan sok menghakimi, dan lain – lain sok yang merugikan orang lain dan diri sendiri.

Beringin = Rumongso : karena sikap rumongso/merasa bahwa untuk mewujudkan sesuatu ternyata begitu membutuhkan persatuan untuk mewujudkannya. Untuk mewujudkan seorang jabang bayi kedua orang tua bersatu padu dalam kasih - maksuk maka ada sijabang bayi. Timbulnya roso – pangroso yaitu merasa membutuhkan orang lain akan menimbulkan dalam hati sifat – sifat welas - asih, kasih – sayang, dan cinta – kasih. Dengan menggunakan dasar berlambang beringin ini dimaksudkan pada setiap diri muncul jiwa mengayomi, melindungi, dan menyelimuti terhadap sesamanya tanpa kecuali. Untuk mencapai martabat sebagai manusia seutuhnya juga harus bersatu dengan siapapun tanpa kecuali, baru bisa terwujud yang menjadi tujuannya.

Alam juga telah mengajarkan untuk terbentuk buah mangga telah terjadi persatuan dari berbagai elemen alam maka terbentuklah buah mangga yang begitu ranum, terbentuknya hasil akhir yang menyenangkan sesuai harapan karena di dalam persatuan dalam proses pembentukkannya dibarengi adanya rasa cinta kasih dan kasih sayang antar berbagai elemen pembentuknya. Maka kenapa sila ke tiga berbunyi : Persatuan Indonesia.

Banteng = Ngrasakne : karena sudah merasakan nikmat dan senangnya hasil dari persatuan yaitu persatuan yang di dalamnya dibarengi dengan jiwa cinta - kasih dan kasih - sayang maka terbentuklah yang namanya KEBERSAMAAN. Dan kesepakatan yang dibuat membuat setiap insan merasakan betul betapa pentingnya kebersamaan dalam kesepatan yang terpimpin (tidak bertindak sendiri - sendiri) dan akan membuat setiap insan juga merasakan betapa dalam kebersamaan dalam kesepakatan yang terpimpin akan memiliki kekuatan yang dahsyat. Itulah kekuatan rakyat bersatu bagaikan banteng ketaton.

Kalau dikaitkan dengan kemanusiaan yaitu untuk menjadi manusia seutuhnya manusia harus bersepakat pada dirinya yaitu luar dalamnya cocok (antara hati dan ucapan cocok) dengan mengukuti suara hati yang terdalam. Tanpa demikian manusia tidak mungkin memiliki kekuatan menjadi manusia seutuhnya, agama apapun tidak bisa membantah kenyataan ini, karena untuk menuju kepada Tuhan YME diperlukan kebersamaan seluruh bagian tubuh. Maka sila ke empat berbunyi : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Padi kapas = Ngrumangsani : karena menyadari/ngrumangsani dengan sepenuh hati bahwa hidupnya, keberadaannya sampai mampu memiliki harta dan kekayaan dunia tidak terlepas dari keberadaan kedua orang tua dan keberadaan orang lain, maka membuat insan Bangsa Indonesia merasa perlu dan amat berkepentingan untuk memberikan sumbangsihnya yang berupa tenaga, fikiran, harta, dan waktu untuk disumbangkan kepada orang lain tanpa kecuali secara merata tidak tebang pilih, itulah makna lambang padi dan kapas. Karena itu sebagai insan atau manusia untuk menuju kearah manusia seutuhnya atau manusia yang sempurna harus menanamkan ke dalam hati atau jiwanya sikap berkeadilan secara menyeluruh tanpa kecuali tidak melihat agama apapun semua sama dihadapan Tuhan YME.

Buktinya yang beragama Islam bila ngawur dijalan juga kena bencana tidak ada bedanya itu buktinya, makanya jangan karena menyandang satu agama tertentu beranggapan bahwa secara otomatis akan terjamin dengan sendirinya segalanya itu pemahaman konyol dan tanda ketidaksehatan nalar kita. Allah SWT dan malaikat-Nya amat sangat adil tidak pandang bulu maka jangan punya anggapan yang salah, siapa yang telah menjamin kita dan mana bukti sertifikat dari Tuhan YME dan malaikat kalo kita telah dijamin, makanya sekali jangan menyombongkan diri karena telah menganut agama tertentu.

Maka kenapa sila kelima berbunyi : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itu membuktikan siapapun akan terkena dampak keadilan Tuhan YME bila persyaratan dari Tuhan YME tidak kita laksanakan dan kita penuhi, bagi yang beragama Islam syaratnya untuk selamat ya harus menjalankan syariat agamanya, begitu juga untuk bisa menjadi orang yang diakui oleh orang lain tentu syaratnya berperilaku yang baik dan benar.
Kepala burung kekiri : sebagai insane kita harus selalu mendengar suara gaib atau selalu mencari tuntunan untuk kebaikan kita.

Sayap berjumlah 17 : dalam bahasa jawa angka 17 = Pitulas maksudnya sebagai insane harus selalu meminta pitulungane dan kawelasane Gusti Pangeran.

Ekor berjumlah 8 : dalam bahasa jawa angka 8 = wolu, maksudnya sebagai insane harus berani (wani/gelem) mendudukkan (nglungguhne) dirinya khususnya dan sesuatu sesuai tempatnya/maqomnya. Jadi kalau jadi pejabat bagai mendudukkan dirinya sebagai pejabat yang pas dan tepat, kalau jadi pemimpin harus tahu bagaimana mendudukkan diri sebagai pemimpin, kalau jadi rakyat juga harus tahu bagaimana mendudukkan diri sebagai rakyat, dan pada dasarnya setiap sesuatu bila seudah berada pada kedudukanya yang tepat maka akan terlihat serasi, harmonis, tertib, rapi, dan indah menyejukkan hati dan mata yang memandang.

Bhineneka Tunggal Ika : mengisyaratkan bahwa dalam satu tubuh ada banyak perbedaan namun bila mana satu sakit semua merasakan, dan bilamana perut kenyang semua ikut segar, serta kepala sebagai pusat kordinasi juga ikut merasakan dan mengupayakan bila ada anggotanya yang celaka, kepala tidak pernah membedakan antara kaki dan mata semua diayomi, inilah seharusnya sifat pemimpin Bangsa Indonesia.
Bulu berjumlah 45 : jumlah 45 bila dijumlah adalah 9 merupakan angka kesempurnaan hidup yang terkandung dalam makna Pancasila itu sendiri, siapa yang mampu menyerap makna yang ada dibaliknya dan mengaplikasikan dalam kehidupan maka akan menjadi manusia seutuhnya.


INDONESIA DI MATA TUHAN



Suatu hari Tuhan tersenyum puas melihat sebuah planet yang baru saja diciptakanNYA.


Malaikat pun bertanya “apa yang baru saja kau ciptakan ya Tuhanku?”

Tuhan menjawab ” lihatlah, Aku baru menciptakan sebuah planet biru bernama bumi, akan menjadi planet yang luar biasa yang pernah Aku cipta. segala seseuatunyaakan berjalan dengan seimbang”

Tuhan pun menjelaskan pada Malaikat tentang benua Eropa. di eropa utara Tuhan menciptakan tanah yang penuh peluangdan menyenangkan seperti Inggris, skotlandia dan prancis, tetpai di tempat itu juga Tuhan menciptakan hawa dingin yang menyengat dan menusuk tulang.

Di eropa selatan Tuhan menciptakan manusia yang agak miskin  seperti spanyol, italia dan portugal tetapi disertai dengan diciptakan banyak sinar matahari dan cuaca yang hangat. serta pemandangan yang indah seperti selat gibraltar.

Malaikat tiba tiba menujnjuk sebuah gugusan pulau, kata Malaikat ” daerah apa itu ya Tuhanku?’

Tuhan berkata pada Malaikat, “ooh itu INDONESIA. sebuah gugusan pulau yang indah, selalu dilimpahi sinar matahari, negara yang sangat kaya, lautnya menyimpan berjuta juta ikan yang siap dipanen, Aku ciptakan beraneka flora dan fauna langka disana, banyak air dan hujan, kuciptakan p[enduduk yang ramah tamah, gemar bergotong royong,beraneka macam kebudayaannya, masyarakatnya pekerja keras, bersahaja dan mencintai seni.

Malaikatpun heran dan memprotes Tuhan ‘lho bukankah katanya tadi akan diciptakan keseimbangan ya Tuhan, lalu kenapa di Indonesia semuanya yang baik baik, dimana letak keseimbangannya???

Tuhanpun menjawab ” tunggu sampai kutempatkan orang idiot dipemerintahannya.”

Dan kami selaku warga negara menyampaikan terima kasih kepada para Pahlawan yang ikhlas mengorbankan jiwa dan raganya demi terbentuk dan berdirinya bangsa Indonesia, dan kami sebagai warga negara ingin memita maaf kepada para Pahlawan karena ternyata sampai saat ini kita masih belum sepenuhnya semua merdeka.

DIRGAHAYU REPUBLIK INDONESIA

MERDEKA