Kamis, 16 Agustus 2012

Bersatunya Alat Reproduksi Manusia Melahirkan Pancasila



Logika berfikir sebelum bicara mengenai kesempurnaan harus dibenarkan dulu bagaimana kedudukan yang dimaksudkan dengan kalimat kesempurnaan itu sendiri. Bicara kesempurnaan makhluk dengan kesempurnaan Tuhan amatlah berbeda dan tidak mungkin disamakan, karena jelas sekali secara criteria amat berbeda. Kesempurnaan makhluk dalam hal ini manusia yang menentukan criteria kesempurnaan adalah Sang Pencipta atau Tuhan YME, kesempurnaan Tuhan kriterianya berdasar segala sifat dan segala kebesarannya yang tak terbatas, sedang kesempurnaan manusia karena kemampuannya melengkapi persyaratan tertentu yang telah disyaratkan oleh Tuhan YME kepada manusia.

Namun harus digaris bawahi untuk mengarah dan menjadi manusia sempurna merupakan sesuatu yang sulit bagi kebanyakan orang, maka Pancasila hanya berpesan jadilah manusia seutuhnya sebagaimana yang dipesankan dalam ajaran yang dikandungnya, demi terlaksanannya Keadilan, Kesejahteraan, dan Kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Maka lupa dan khilaf itu merupakan sifat yang disandangkan kepada manusia sebagai kodrat Tuhan YME, agar manusia selalu koreksi diri dan mau mengakui kesalahan yang telah diperbuat dan selalu merasa kurang sebagai dasar menjadi manusia seutuhnya.

Di dalam lambang Negara Bangsa Indonesia terkandung nilai untuk menuju menjadi manusia seutuhnya, berikut makna dan maksud dari lambang – lambang yang ada dalam burung garuda.

Bintang = Cipto : merupakan cahaya Tuhan YME yang ditempatkan ke dalam alam fikir manusia yang memiliki tugas mengingat Tuhan-nya, proses mengingat bisa melalui waktu (mengheningkan cipta) hening, sembahyang, sholat, semedi, bertapa, dan lain – lain bentuk ritual yang dilakukan menurut keyakinan manusia.
Itulah sebabnya sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, bukan berbunyi Kuwajiban menjalankan syariat bagi pemeluk agama Islam. Coba sekarang di logika dengan nalar yang sehat adanya syariat adanya agama itu yang menyebabkan siapa, lebih utama mana menjalankan syariat tidak mengakui adanya Tuhan YME dengan mengakui adanya Tuhan Sang Pencipta Alam dengan menjalankan perintah agama secara sepenggal - sepenggal.

Itulah kenapa jadi orang jangan sok pinter biar gak keblinger (akhrinya tidak tahu lagi mana hal yang pener menurut ketentuan Tuhan YME, dan jangan sok suci biar tidak mati rasa / mati roso pangrosone) dan juga jadi orang jangan sok agamis nanti ditanya dimana lungguhe atau kedudukannya agama (maqomnya agama) tidak tahu, kemudian yang dikatakan Islam itu apa kalo sok agamis harus tahu dimana maqomnya Islam, sehingga disebut dengan Agomo Islam. Seperti sebutan papan tanpo tulis dan tulis tanpo papan dimana letaknya dan apa ujudnya, sehingga ada sebutan mengenai kitab teles (kitab basah).

Makanya kalo beragama jangan sok karena bukti orang beragama semakin dalam derajat keagamaanya dia semakin pandai membaur dengan siapa saja dan apa saja namun tidak  goyah dengan prinsip yang dipegang dan diyakininya, sebagaimana Tuhan YME apapun dia ciptakan dan dia kasihi tidak pandang bulu. Kalo masih pandang bulu maka sebaiknya cara beragamamanya dibetulkan terlebih dahulu jangan koar – koar dulu.

Rantai = Roso : pengikat (rantai) untuk tetap terjaganya sifat keadilan ke dalam jiwa seseorang adalah rasa, karena rasa yang membuktikan adanya nilai – nilai universal yang terkandung dalam kehidupan. Dan nilai – nilai universal merupakan bukti keadilan Tuhan YME yang tak terbatas oleh ras, etnik, golongan, agama, Bangsa, dan suku. Tuhan YME tidak meninak bobok-kan salah satu pemeluk agama, karena keadilan Tuhan YME hanya menghendaki bagi siapa saja yang mampu membeli jualan Tuhan YME yang akan mendapatkan balasan secara khusus dan tempat khusus yang telah disiapkan. Bukti orang punya kesamaan rasa adalah semua manusia tidak senang bila diolok – olok, digunjingkan, difitnah, disakiti, ditipu, dll. Dan sama – sama senang kalo dipuji (padahal senang dipuji malah berbahaya), senang diistimewakan, dan lain – lain. Bukti lain meraskana garam juga sama rasanya asin, merasakan dicubit juga sama rasanya sakit.

Maka kenapa sila kedua berbunyi Kemanusiaan Yang adil dan beradab, sudah terbukti rasa adalah sifat yang ada pada manusia yang paling adil. Apapun kedudukan kita rasa asin tetap sama untuk rasa garam, rasa sakit hati saat diintimidasi juga sama apapun kedudukan kita, makanya beradablah jadi manusia kalo sudah faham demikian halnya jangan sok berkuasa, jangan sok pintar, jangan sok menghakimi, dan lain – lain sok yang merugikan orang lain dan diri sendiri.

Beringin = Rumongso : karena sikap rumongso/merasa bahwa untuk mewujudkan sesuatu ternyata begitu membutuhkan persatuan untuk mewujudkannya. Untuk mewujudkan seorang jabang bayi kedua orang tua bersatu padu dalam kasih - maksuk maka ada sijabang bayi. Timbulnya roso – pangroso yaitu merasa membutuhkan orang lain akan menimbulkan dalam hati sifat – sifat welas - asih, kasih – sayang, dan cinta – kasih. Dengan menggunakan dasar berlambang beringin ini dimaksudkan pada setiap diri muncul jiwa mengayomi, melindungi, dan menyelimuti terhadap sesamanya tanpa kecuali. Untuk mencapai martabat sebagai manusia seutuhnya juga harus bersatu dengan siapapun tanpa kecuali, baru bisa terwujud yang menjadi tujuannya.

Alam juga telah mengajarkan untuk terbentuk buah mangga telah terjadi persatuan dari berbagai elemen alam maka terbentuklah buah mangga yang begitu ranum, terbentuknya hasil akhir yang menyenangkan sesuai harapan karena di dalam persatuan dalam proses pembentukkannya dibarengi adanya rasa cinta kasih dan kasih sayang antar berbagai elemen pembentuknya. Maka kenapa sila ke tiga berbunyi : Persatuan Indonesia.

Banteng = Ngrasakne : karena sudah merasakan nikmat dan senangnya hasil dari persatuan yaitu persatuan yang di dalamnya dibarengi dengan jiwa cinta - kasih dan kasih - sayang maka terbentuklah yang namanya KEBERSAMAAN. Dan kesepakatan yang dibuat membuat setiap insan merasakan betul betapa pentingnya kebersamaan dalam kesepatan yang terpimpin (tidak bertindak sendiri - sendiri) dan akan membuat setiap insan juga merasakan betapa dalam kebersamaan dalam kesepakatan yang terpimpin akan memiliki kekuatan yang dahsyat. Itulah kekuatan rakyat bersatu bagaikan banteng ketaton.

Kalau dikaitkan dengan kemanusiaan yaitu untuk menjadi manusia seutuhnya manusia harus bersepakat pada dirinya yaitu luar dalamnya cocok (antara hati dan ucapan cocok) dengan mengukuti suara hati yang terdalam. Tanpa demikian manusia tidak mungkin memiliki kekuatan menjadi manusia seutuhnya, agama apapun tidak bisa membantah kenyataan ini, karena untuk menuju kepada Tuhan YME diperlukan kebersamaan seluruh bagian tubuh. Maka sila ke empat berbunyi : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Padi kapas = Ngrumangsani : karena menyadari/ngrumangsani dengan sepenuh hati bahwa hidupnya, keberadaannya sampai mampu memiliki harta dan kekayaan dunia tidak terlepas dari keberadaan kedua orang tua dan keberadaan orang lain, maka membuat insan Bangsa Indonesia merasa perlu dan amat berkepentingan untuk memberikan sumbangsihnya yang berupa tenaga, fikiran, harta, dan waktu untuk disumbangkan kepada orang lain tanpa kecuali secara merata tidak tebang pilih, itulah makna lambang padi dan kapas. Karena itu sebagai insan atau manusia untuk menuju kearah manusia seutuhnya atau manusia yang sempurna harus menanamkan ke dalam hati atau jiwanya sikap berkeadilan secara menyeluruh tanpa kecuali tidak melihat agama apapun semua sama dihadapan Tuhan YME.

Buktinya yang beragama Islam bila ngawur dijalan juga kena bencana tidak ada bedanya itu buktinya, makanya jangan karena menyandang satu agama tertentu beranggapan bahwa secara otomatis akan terjamin dengan sendirinya segalanya itu pemahaman konyol dan tanda ketidaksehatan nalar kita. Allah SWT dan malaikat-Nya amat sangat adil tidak pandang bulu maka jangan punya anggapan yang salah, siapa yang telah menjamin kita dan mana bukti sertifikat dari Tuhan YME dan malaikat kalo kita telah dijamin, makanya sekali jangan menyombongkan diri karena telah menganut agama tertentu.

Maka kenapa sila kelima berbunyi : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, itu membuktikan siapapun akan terkena dampak keadilan Tuhan YME bila persyaratan dari Tuhan YME tidak kita laksanakan dan kita penuhi, bagi yang beragama Islam syaratnya untuk selamat ya harus menjalankan syariat agamanya, begitu juga untuk bisa menjadi orang yang diakui oleh orang lain tentu syaratnya berperilaku yang baik dan benar.
Kepala burung kekiri : sebagai insane kita harus selalu mendengar suara gaib atau selalu mencari tuntunan untuk kebaikan kita.

Sayap berjumlah 17 : dalam bahasa jawa angka 17 = Pitulas maksudnya sebagai insane harus selalu meminta pitulungane dan kawelasane Gusti Pangeran.

Ekor berjumlah 8 : dalam bahasa jawa angka 8 = wolu, maksudnya sebagai insane harus berani (wani/gelem) mendudukkan (nglungguhne) dirinya khususnya dan sesuatu sesuai tempatnya/maqomnya. Jadi kalau jadi pejabat bagai mendudukkan dirinya sebagai pejabat yang pas dan tepat, kalau jadi pemimpin harus tahu bagaimana mendudukkan diri sebagai pemimpin, kalau jadi rakyat juga harus tahu bagaimana mendudukkan diri sebagai rakyat, dan pada dasarnya setiap sesuatu bila seudah berada pada kedudukanya yang tepat maka akan terlihat serasi, harmonis, tertib, rapi, dan indah menyejukkan hati dan mata yang memandang.

Bhineneka Tunggal Ika : mengisyaratkan bahwa dalam satu tubuh ada banyak perbedaan namun bila mana satu sakit semua merasakan, dan bilamana perut kenyang semua ikut segar, serta kepala sebagai pusat kordinasi juga ikut merasakan dan mengupayakan bila ada anggotanya yang celaka, kepala tidak pernah membedakan antara kaki dan mata semua diayomi, inilah seharusnya sifat pemimpin Bangsa Indonesia.
Bulu berjumlah 45 : jumlah 45 bila dijumlah adalah 9 merupakan angka kesempurnaan hidup yang terkandung dalam makna Pancasila itu sendiri, siapa yang mampu menyerap makna yang ada dibaliknya dan mengaplikasikan dalam kehidupan maka akan menjadi manusia seutuhnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar