Selasa, 14 Agustus 2012

OMONG KOSONG PLURALISME!!!


Sekarang ini memang sedang terjadi tabuh genderang pluralisme, yang cenderung sebagai upaya mempluralisasi hal-hal yang memang singular, berbeda dan tak pernah sama. Dengan kata “pluralisme” seakan-akan hal-hal yang memang istimewa menjadi kurang menarik dan terkesan kampungan. Dalam konteks tertentu, orang-orang yang tidak sebangun akan mendapat stempel “radikal” bila tidak sependapat dengan ide orang lain.

Kata pluralisme berbeda makna dengan pluralitas. Meskipun keduanya berperan sebagai “noun”/ kata benda, namun hakekat dari keduanya jauh berbeda. Pluralisme lebih bermakna paham/ ide penyamaan hal-hal yang memang sudah plural atau masih singular. Bahkan dalam buku Tesaurus Bahasa Indonesia tidak ditemukan kata pluralisme. Sedangkan pluralitas, dalam buku yang sama dimaknai sebagai diversitas, heterogenitas, keanekaragaman, kemajemukan, keragaman, multiplisitas variabilitas. Sedangkan Wikipedia memandang bahwa terminologi pluralisme itu ide yang ambigu (tidak berjenis kelamin) dan membingungkan alias tidak jelas.

Dalam dunia yang plural (kemajemukan) tidak perlu ada pluralisme, karena tanpa itu kondisinya sudah plural, beragam dan beraneka warna. Maka terminologi “pluralisme” itu sejatinya hanya representasi dari upaya penggiringan keluar dari konteks yang sebenarnya.
Maka tidak heran penggunaan kata pluralisme di berbagai media dan diskursus lebih didominasi oleh beberapa pihak yang justru memcahkan pluralitas itu sendiri. Pengembang pluralisme, menurut penulis, justru malah mengarahkan kepada singularitas (hanya satu-satunya) dan tidak ada yang lain.

Pluralisme di dalam masyarakat sering diimplementasikan dengan menyamakan semua. Penganut pluralisme sering mengatakan “semua agama itu sama”. Penggiringan definisi ini tidak tepat dan justru membodohi masyarakat.

Agama Hindu tidak sama dengan Kristen. Agama Islam tidak pernah sama dengan agama-agama lain. Pun Budha tidak akan pernah sama dengan agama lain. Biarkanlah agama itu kaya dalam keberbedaannya, tidak perlu kita sama-samakan. Justru karena berbeda itu, kejujuran dan toleransi akan terbentuk dengan sendirinya.

Keberagaman indonesia itu tidak serta merta ada karena upaya dari pluralisme. Ketersediaan agama yang berbeda itu adalah fakta. Orang Islam ya sudah seharusnya menjalankan agamanya secara baik dan benar. Orang Kristen sudah seharusnya menjalankan hukum agamanya dengan sebenarnya. Demikian juga yang lain, Hindu, Budha, Kong Hu Chu, dan lain-lain.

Pun budaya Indonesia yang beraneka ragam. Keragaman itu adalah keindahan. Beribu budaya yang menjadi karakter khusus bagi tiap daerah adalah kekayaan dan kreatifitas generasi sebelumnya dan kini. Dan keragaman mereka itu adalah pluralitas, fakta yang tidak terbantahkan.

Dengan berpikir menghargai pluralitas, seharusnya kita akan mampu menghargai keberbedaan itu. Orang beragama satu tidak bisa mengganggu ibadah umat lain. Orang Islam, Hindu, Budha, Kristen dan umat lain juga sama tidak bisa melakukan hal-hal yang mengganggu ibadanh umat lain.

Dalam konteks keIndonesiaan, kejujuran dan toleransi itu amat penting untuk merangkai persaudaraan antar iman. Kejujuran sering diabaikan dalam pelaksanaan agama dan kepercayaan. Hal yang sering menjadi pergesekan di beberapa daerah adalah sering terlanggarnya aturan main dalam pendirian rumah ibadah karena sering mengabaikan kejujuran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar